Notice: Fungsi _load_textdomain_just_in_time ditulis secara tidak benar. Pemuatan terjemahan untuk domain publisher dipicu terlalu dini. Ini biasanya merupakan indikator bahwa ada beberapa kode di plugin atau tema yang dieksekusi terlalu dini. Terjemahan harus dimuat pada tindakan init atau setelahnya. Silakan lihat Debugging di WordPress untuk informasi lebih lanjut. (Pesan ini ditambahkan pada versi 6.7.0.) in /home/radm1421/public_html/wp-includes/functions.php on line 6121

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/radm1421/public_html/wp-includes/functions.php:6121) in /home/radm1421/public_html/wp-includes/feed-rss2.php on line 8
Sejarah Dan Budaya – Radar Kampus https://www.radarkampus.com Inspiratif dan Informatif Tue, 08 Apr 2025 13:10:48 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://www.radarkampus.com/wp-content/uploads/2022/05/ICON-RADAR-KAMPUS-150x150.png Sejarah Dan Budaya – Radar Kampus https://www.radarkampus.com 32 32 MENELISIK BENTENG PENINGGALAN KOLONIAL DI KOTA SOLO https://www.radarkampus.com/2025/04/08/menelisik-benteng-peninggalan-kolonial-di-kota-solo/ https://www.radarkampus.com/2025/04/08/menelisik-benteng-peninggalan-kolonial-di-kota-solo/#respond Tue, 08 Apr 2025 12:20:47 +0000 https://www.radarkampus.com/?p=636      Di jantung kota solo tepatnya di kompleks kota lama terdapat sebuah bangunan berupa benteng pertahanan yang merupakan salah satu bangunan peninggalan era kolonial Belanda. Benteng ini merupakan salah satu situs bersejarah yang penting dan menarik yang ada di kota solo, benteng ini Bernama benteng Vastenburg. Benteng ini dibangun pada tahun 1745 atas Prakarsa gubernur […]]]>

     Di jantung kota solo tepatnya di kompleks kota lama terdapat sebuah bangunan berupa benteng pertahanan yang merupakan salah satu bangunan peninggalan era kolonial Belanda. Benteng ini merupakan salah satu situs bersejarah yang penting dan menarik yang ada di kota solo, benteng ini Bernama benteng Vastenburg. Benteng ini dibangun pada tahun 1745 atas Prakarsa gubernur jendral Baron Van Imhoff Pembangunan benteng ini tepat setelah keraton mataram yang awalnya ada di kartasura lalu dipindahkan ke Surakarta karena adanya persitiwa geger pecinan selesai dibangun. Pada masa itu pihak kolonial Belanda membujuk keraton Surakarta untuk memberikan izin kepada pihak mereka agar bisa membangun benteng tepat di depan keraton dengan alas an agar pihak Belanda dapat ikut andil dalam melindungi keraton Surakarta bilamana ada serangan dari musuh. Namun hal ini hanyalah suatu tipu daya Belanda saja dan sebenarnya kenyataanya sungguh ironi, dikarenakan niat Belanda membangun benteng  tepat di depan tembok keraton itu sebenarnya hanya untuk mengawasi keraton agar keraton mudah ditaklukan bilamana akan menyerang pihak kolonial. Bahkan jarak antara benteng dengan tembok keraton sudah disetel kurang lebih 400 meter atau sesuai dengan jarak lontaran peluru Meriam, dan bahkan jumlah lubang untuk menempatkan Meriam di sisi Selatan benteng yang menghadap ke tembok keraton lebih banyak daripada sisi lainya. Tentu hal ini adalah sebuah ironi dari hasil tipu daya dan kelicikan penjajah.

     Terlepas dari tujuan pembuatanya yang sangat licik, benteng ini memiliki fungsi pada masa kolonial dan bahkan sampai masa kemerdekaan . Karena letak benteng ini yang strategis dan berada pada pusat kota, benteng ini setelah diaktifkan langsung dijadikan sebagai pusat pemerintahan kolonial di Surakarta. Selain menjadi kantor pusat pemerintahan, sesuai dengan kodratnya sebagai benteng, bangunan ini juga merupakan pusat kegiatan militer tentara Belanda di Surakarta, pada masa dahulu di dalam benteng ini ada banyak bangunan yang difungsikan sebagai rumah dinas dan juga tempat bermukim para tentara kolonial. Sehubungan dengan para tentara kolonial yang bermukim di dalam benteng ini, konon dulu para tentara Belanda yang masih muda sering merenung di depan benteng, karena merasa gundah gulana dikarenakan jauh dari tempat kelahiranya di Belanda sana, dan disini orang-orang yang bertugas untuk menghibur dan menyemangati para tentara ini adalah para romo dan pastor dari gereja yang sekarang menjadi gereja GPIB solo.

     Dan karena letaknya yang berada di Tengah kota solo dan tentu saja sangat strategis, di sekiataran luar benteng ini teruatama di bagian timur terdapat bangunan-bangunan penunjang yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda, dan disini kita akan membahas sisi timur benteng yang biasa disebut loji wetan. Di bagian ini terdapat bangunan bangunan penunjang berupa area hiburan bagi para orang-orang Belanda, bangunan bangunan itu berupa Bar atau Klub malam ala kolonial Belanda yang biasa disebut societeit selain itu di samping bangunan societit tersebut disisi selatanya juga ada bangunan yang difungsikan sebagai Gedung teater. Namun di masa kini bangunan bangunan tersebut sudah hilang dan sudah menjadi Gedung Gedung baru dan hanya tersisa Gedung bekas teater dan bahkan sekarang sudah menjadi warung sate kambing muda.

     Selain memiliki fungsi pada masa kolonial, benteng Vastenburg ini juga masih difungsikan pada masa kemerdekaan oleh pemerintah Indonesia. Benteng ini pada masa 1970-1980an difungsikan sebagai markas Tentara Nasional Indonesia. Pada masa itu bangunan di dalam benteng ini dijadikan barak barak militer bagi TNI. Akibat dari penggunaanya sebagai markas TNI, pintu masuk di sisi utara dan Selatan benteng ditutup dan dicor dengan semen.

Sisi Selatan dan utara benteng imi ditutup, bukan karena ingin mengubah atau merusak benteng namun hal ini dilakukan mengingat fungsi benteng pada waktu itu untuk markas TNI maka penutupan ini dilakukan untuk menjaga suatu kerahasiaan yang umumnya ada pada markas militer.

     Di benteng Vastenburg ini juga memiliki arsitekitur yang unik, Dimana seperti pada umumnya benteng benteng pertahanan pada era bubuk mesiu Dimana suatu benteng memiliki Strukktur benteng atau bentuk benteng yang biasa disebut sebagai jenis benteng Star fortress atau benteng Bintang, disebut benteng Bintang karena sekilas bentuknya mirip bentuk geometri Bintang, yaitu memiliki bentukkotak dan dikelilingi oleh parit dengan sudut sudutnya memiliki bagian pojok yang disebut Bastion yang berfungsi sebagai tempat menaruh Meriam agar sudut tembakan lebih proper dengan gaya perang pada zaman itu

     Dari segi ornamen maupun gaya bangunan juga benteng ini memadukan budaya eropa dengan budaya jawa, dan itu dapat dilihat pada bagian pintu atau gerbang utama benteng yang menghadap ke barat, Dimana pada bagian gerbang ini gaya bangunanya masih selayaknya benteng benteng eropa namun memiliki pembeda Dimana bagian depan benteng  ini dihiasi dua arca yang biasanya menghiasi candi candi di jawa yaitu arca berupa raksasa yang biasa dwarapala, selain arca dwarapala di dekat jembatan untuk menyeberangi parit juga terdapat arca lembu nandini.

Dan mungkin hanya itu yang bisa kami sampaikan tentang salah satu pemimggalan kolonial Belanda di kota solo ini, jadi sampai disini dapat disimpulkan bahwa benteng Vastenburg bukan hanya bangunan tua saja namun benteng ini adalah saksi bisu mengenai Sejarah Panjang kota solo dan tentu saja patut untuk dilestarikan dan kedepanya pemerintah dan Masyarakat harus bekerja sama agar bangunan bersejarah yang sudah menjadi cagar budaya ini bisa terus Lestari dan mungkin untuk kedepanya bisa dilakukan pemugaran dan konservasi agar lebih baik lagi.

]]>
https://www.radarkampus.com/2025/04/08/menelisik-benteng-peninggalan-kolonial-di-kota-solo/feed/ 0
Politik Kolonial Liberal https://www.radarkampus.com/2022/05/11/politik-kolonial-liberal%ef%bf%bc/ https://www.radarkampus.com/2022/05/11/politik-kolonial-liberal%ef%bf%bc/#respond Wed, 11 May 2022 02:40:38 +0000 https://www.radarkampus.com/?p=304 Dr. Tjipto MangunkusumoPada tahun 1830 penguasa kolonial Belanda menetapkan berlakunya sistem tanam paksa (Culturstelsel). Berdasarkan ketetapan tersebt Belanda memaksa petani pribumi ntuk mananam komoditi ekspor seperti kopi dan gula dan menyerahkan sebagian hasil produksinya kepada pemerintah kolonial. Untuk melaksanakan pengumpulan hasil-hasil tanaman itu Belanda menugaskan para bupati. Sistem tanam paksa ini terutama di Jawa menimbulkan berbagai penyalahgunaan […]]]> Dr. Tjipto Mangunkusumo

Pada tahun 1830 penguasa kolonial Belanda menetapkan berlakunya sistem tanam paksa (Culturstelsel). Berdasarkan ketetapan tersebt Belanda memaksa petani pribumi ntuk mananam komoditi ekspor seperti kopi dan gula dan menyerahkan sebagian hasil produksinya kepada pemerintah kolonial. Untuk melaksanakan pengumpulan hasil-hasil tanaman itu Belanda menugaskan para bupati. Sistem tanam paksa ini terutama di Jawa menimbulkan berbagai penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi di lingkungan aparatur pemerintah jajahan. Culturstelsel mendapat kecaman keras, baik di Belanda maupun di kalangan orang-orang Belanda di Indonesia, sehingga akhirnya dicabut. Mulai tahun 1870 berlaku masa liberalisme, yang berarti campur tangan pemerintah kolonial dalam kegiatan produksi dikurangi sedang peranan kaum kapitalis ditingkatkan (Tribuana Said, 1988 : 13-14).

Tahun 1870 Belanda memasuki periode kapitalisme modern. Hasil revolusi industri selama masa dua puluh tahun sebelumnya terwujud dalam perkembangan industri, per-kapalan, perkebunan, dan komunikasi yang modern. Volume perdagangan berkembang dengan pesatnya, sedang per-kembangan modal terjadi secara besar-besaran (Sartono Kartodirdjo, 1992 : 22). Tahun 1870 pada umumnya dianggap sebagai titik balik di dalam sejarah politik kolonial Belanda. Alasannya adalah Undang-Undang Agraria yang disahkan dan mulai berlaku pada tahun itu. Pengambilalihan tanah penduduk pribumi dilarang. Orang-orang asing diperbolehkan menyewa tanah pertanian dalam jangka yang lama atau banyak menyebutnya sebagai sistem sewa tanah.

Teranglah bahwa liberalisme memberi dorongan baru kepada kemajuan ekonomi. Di dalam sistem baru ini pengusaha-pengusaha swasta mengambil alih perusahaan-perusahaan perkebunan yang dahulunya diurus oleh pemerintah kolonial, dan cara mengurusnya  seperti sedia kala, perbedaannya kalau dahulu hanya pemegang saham tungal, berubah menjadi banyak. Pada perkembangannya perusahan swasta tersebut memperlihatkan lebih menekan jika di-bandingkan dengan pemerintah (Sartono Kartodirdjo, 1992 : 23).

Politik liberal yang menggejala dalam tiga dasawarsa terakhir abad 19 belum membawa pengaruh perbaikan barang sedikit terhadap taraf hidup pribumi. Justru pengejaran untung oleh para pengusaha Eropa itu menyebabkan perekonomian pribumi porak-poranda. Usaha setengah hati pemerintah kolonial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sangat jauh tertinggal dari cepatnya perkembangan pendududuk. Namun lama-kelamaan para pengusaha swasta menyadari kenyataan, bahwa kemiskinan pribumi harus diatasi terlebih dahulu, sebelum menumbuhkan tanah jajahan menjadi sebuah pasar yang lebih menggembirakan (Akira Nagazumi, 989 : 27).

Politik liberalisasi juga berarti mengucilkan kedudukan para bupati, setelah Belanda sebelumnya mengekang peranan politik para raja. Bersamaan dengan itu penguasa kolonial membuka berbagai sekolah kejuruan di Jawa bagi sejumlah terbatas pemuda dari keluarga elite pribumi. Para intelektual pribumi yang masuk ke sekolah-sekolah kejuruan itu, ditambah tokoh-tokoh intelektual agama (terutama golongan Islam), pada gilirannya merupakan kader-kader pemimpin bangsa (Tribuana Said, 1988 : 14).

Sumber: Andriyanto. 2019. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 1908-1945. Klaten: Penerbit Lakeisha.

]]>
https://www.radarkampus.com/2022/05/11/politik-kolonial-liberal%ef%bf%bc/feed/ 0